Upaya pencegahan stunting saat ini banyak difokuskan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) yang menyasar kelompok ibu hamil, ibu menyusui dan anak baduta. Sementara dalam siklus kehidupan manusia, kelompok remaja cukup rentan mengalami masalah gizi yang dapat berujung pada stunting.
Remaja adalah kelompok usia peralihan dari anak-anak menjadi remaja muda sampai dewasa. Mereka sudah memiliki preferensi sendiri tentang makanan/minuman yang mereka konsumsi. Media sosial seperti Instagram turut berperan dalam proses pemilihan makanan/minuman pada kelompok ini.[1]
Tampilan yang menarik, membuat remaja mudah tergoda dan mencobanya. Berbagai promo dan jasa delivery semakin mudahkan remaja mendapatkan makanan/minuman tersebut. Namun sayang, tidak sedikit dari makanan/minuman tersebut justru kurang sehat dan bergizi. Belum lagi warna-warni yang menarik yang bisa saja dibuat dari zat pewarna berbahaya.
Kebutuhan gizi remaja cukup tinggi karena mereka mengalami pertumbuhan yang cepat dan melakukan banyak aktivitas di luar rumah. Sementara itu masalah kesehatan dan gizi pada kelompok ini cukup banyak seperti anemia, pola makan tidak sehat, body image, obesitas, dan masalah gizi lain.
Karena itulah, upaya perbaikan gizi perlu ditingkatkan pada masa remaja karena periode ini merupakan masa sebelum memasuki periode 1000 HPK. Sehingga periode 1000 HPK bukan lagi masa memperbaiki status gizi, namun menjadi masa optimalisasi gizi.
Tiga pilar penunjang kemajuan suatu bangsa, yaitu gizi, kesehatan dan pendidikan. Pendidikan merupakan instrumen perubahan sosial yang paling kuat karena membawa perubahan positif pada suatu masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Pendidikan bukan sekeder transfer pengetahuan dari guru kepada siswa dalam bentuk proses belajar mengajar. Memberikan pendidikan kepada siswa berarti memberikan pengalaman dan mengembangkan kesadaran awal yang akan membantu mereka bertumbuh baik secara fisik, mental dan juga spiritual.
Gambar 1 menjelaskan hubungan antar 3 pilar pembangunan suatu bangsa. Gizi yang baik adalah dasar utama untuk menciptakan status kesehatan optimal. Dengan status gizi dan kesehatan yang optimal akan membantu proses pendidikan menjadi lebih efektif. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa pendidikan gizi dan kesehatan mampu meningkatkan prestasi siswa dan mengubah perilaku remaja menjadi suatu kebiasaan yang bertahan hingga dewasa.[2],[3] Karena itulah pendidikan gizi dan kesehatan di sekolah yang menyasar kelompok remaja menjadi salah satu cara yang cukup strategis dan efektif untuk memutus mata rantai masalah gizi. [4]
Perubahan sosial dan perilaku adalah suatu proses yang melibatkan individu, komunitas atau masyarakat yang memungkinkan mereka mengadopsi dan mampu mempertahankan perilaku positif yang telah ditanamkan. Model sosio-ekologi (The Socio-Ecological Model) menjelaskan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor eksternal lainnya seperti hubungan interpersonal, komunitas dan kehidupan sosial yang lebih luas.
Sekolah menjadi salah satu tempat yang paling efektif dan efisien untuk menjangkau sebagian besar populasi yaitu guru, siswa/remaja, keluarga dan masyarakat secara umum. Pada masa remaja, pengaruh keluarga menjadi semakin sedikit. Guru, teman sebaya dan tokoh idola justru lebih berpengaruh dalam praktik makan remaja.[3],[6]
Selama ini guru sering disematkan sebagai agent of change (agen perubahan). Karena guru merupakan tokoh utama yang bertugas membawa perubahan pada siswa yang awalnya tidak tahu menjadi tahu. Dari yang tidak bisa kemudian menjadi bisa. Guru sebagai agent of change perlu melakukan berbagai inovasi dalam menanamkan nilai-nilai positif serta menciptakan perubahan perilaku pada siswa.[8]
Howard Hendricks, pakar perubahan perilaku pendidikan menyebutkan bahwa setidaknya ada 4 prinsip yang perlu diperhatikan dalam perubahan perilaku.
Pertama, individu/kelompok harus melihat adanya alasan untuk berubah. Dalam hal ini, guru perlu memberikan informasi tentang masalah gizi pada remaja dan dampaknya dengan memberikan contoh yang sangat dekat dengan kehidupan siswa. Contohnya, menjelaskan dampak buruk kebiasaan makan yang tidak sehat bagi kesehatan dan prestasi belajar siswa.
Kedua, sekolah, guru dan siswa harus siap dengan perubahan yang akan terjadi. Misalnya, setelah mengetahui bahaya kebiasaan makan yang tidak sehat, guru perlu mendidik siswa dan memberikan contoh pilihan makanan yang sehat. Atau bahkan menyediakan kantin sehat di sekolah. Sehingga siswa siap dengan perubahan pola makan sehat.
Ketiga, individu/kelompok harus terlibat dalam proses perubahan. Guru dan siswa bersama-sama terlibat secara aktif dalam perubahan perilaku yang diharapkan yaitu perilaku gaya hidup sehat dan gizi seimbang.
Untuk memenuhi ketiga prinsip tersebut, guru perlu menciptakan edukasi kreatif dan inovatif pada pendidikan gizi di sekolah. Misalnya saat pelajaran kimia, siswa dilatih mengidentifikasi formalin dan boraks pada makanan yang biasa mereka konsumsi. Atau menguji zat pewarna berbahaya pada makanan/minuman yang biasa mereka beli. Lalu memberikan penjelasan tentang dampak buruknya bagi kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan yaitu lomba kreasi menu sarapan sehat dan bergizi. Guru dapat melatih siswa memasak yang dapat dilakukan pada pekan olah raga dan seni (Porseni). Atau bahkan mengundang koki yang menjadi tokoh idola remaja seperti Chef Renatta atau Chef Juna. Kegiatan ini dapat menarik perhatian dan meningkatkan keahlian siswa dalam mengolah pangan yang benar dan sehat. Semua kegiatan ini harus dilakukan bersama oleh guru dan siswa secara aktif.
Prinsip keempat, individu/kelompok harus dikelilingi oleh model of change (model perubahan). Upaya mencapai perubahan perilaku yang diharapkan, yaitu hidup sehat dengan prinsip gizi seimbang, memang tidaklah mudah. Namun perubahan ini bisa diwujudkan. Yang terpenting adalah dengan memulainya dari hal yang paling sederhana dan dari diri sendiri.
Guru adalah komunitas yang paling dekat dengan remaja yang memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan perilaku mereka. Karena itulah guru sebagai model of change adalah langkah awal yang dapat dilakukan.
Untuk menjadi model of change,guru perlu meningkatkan pengetahuan tentang gizi dan masalah kesehatan remaja dengan memperbanyak membaca dari sumber yang valid, aktif berdiskusi atau terlibat dalam berbagai pelatihan dan seminar tentang gizi dan kesehatan remaja. Pada tahap yang lebih lanjut, guru perlu menjadi model perubahan perilaku tersebut. Misalnya, guru mulai mempraktikkan cuci tangan pakai sabun dan membawa bekal menu seimbang ke sekolah. Praktik ini akan dilihat dan dicontoh oleh siswa.
Inilah peran strategis guru dari agent of change menjadi model of change. Guru tidak hanya sebagai penyalur informasi gizi namun juga memberikan contoh yang baik yang dimulai dari hal sederhana dan dimulai dari sendiri.
Referensi:
[1] Y. Qutteina, L. Hallez, N. Mennes, C. De Backer, and T. Smits, “What Do Adolescents See on Social Media? A Diary Study of Food Marketing Images on Social Media,” Front. Psychol., vol. 10, no. November, pp. 1–12, 2019.
[2] J. Februhartanty, E. Ermayani, P. H. Rachman, H. Dianawati, and H. Harsian, Buku Pegangan dan Kumpulan Rencana Ajar Untuk Guru Sekolah Menengah Pertama. SEAMEO RECFON, 2019.
[3] C. Pérez-Rodrigo and J. Aranceta, “Nutrition education in schools: Experiences and challenges,” Eur. J. Clin. Nutr., vol. 57, no. October, pp. S82–S85, 2003.
[4] P. C. Basha, “Role of Education in Social Change and Development,” Int. J. Adv. Educ. Res., vol. 8, no. 8, pp. 1–4, 2017.
[5] FAO, “Vol. 1. The Reader,” in Nutrition education in primary school, vol. 1, no. 2, FAO, 2005, p. 5.
[6] A. F. Yurni and T. Sinaga, “Pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan dan praktik membawa bekal menu seimbang anak sekolah dasar,” Media gizi Indones., vol. 11, no. 2, pp. 183–190, 2017.
[7] GIZ, “Social and behaviour change. Insight and practice,” no. August. 2019.
[8] Andrian, “Perpektif guru sebagai agen perubahan (agent of change) dalam meningkatkan kualitas pendidikan kewarganegaraan,” Untirta Civ. Educ. J. e-ISSN, vol. 3, no. 1, pp. 14–18, 2018.
NO PESERTA LG000185
3 Comments
Sangat setuju dengan saran yang diberikan kepada guru yang perlu meningkatkan pengetahuan tentang gizi dan masalah kesehatan yang nantinya meningkat kualiatas sumber daya manusia kedepannya
Alangkah baiknya gizi dan kesehatan masuk dalam pelajaran mulok di sekolah.
Terima Kasih Informasinya sangat bermanfa’at